Abdul Karim Banten: Ulama Sufi, Mursyid Tarekat, dan Pejuang dari Banten
Syekh Abdul Karim al-Bantani adalah seorang ulama besar, sufi, dan pejuang kemerdekaan yang lahir di Desa Lempuyang, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Banten pada tahun 1250 Hijriyah atau sekitar tahun 1840-1850 Masehi [1][2]. Ia dikenal sebagai Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terakhir yang mampu menyatukan kepemimpinan seluruh cabang tarekat tersebut [3][4]. Ayahnya bernama Ki Mad Tanda bin Ku Mas Ruyani bin Ki Mas Ahmad Matin bin Ki Mas [2].
Pendidikan dan Perjalanan Hidup
Sejak muda, Abdul Karim belajar kepada sejumlah ulama, salah satunya adalah Syekh Ahmad Khatib Sambas, seorang tokoh Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang juga mengajar di Masjidil Haram [5][6]. Pada tahun 1865 M, Syekh Ahmad Khatib Sambas memberikan ijazah pengajaran tarekat Qodiriyyah wan Naqsabandiyyah kepada Syekh Abdul Karim [1]. Setelah itu, ia pergi ke Singapura selama tiga tahun untuk menyebarkan ilmu agama [1].
Sekembalinya ke Banten, Abdul Karim mulai berdakwah dan membuka majelis ilmu [6]. Ia dikenal sebagai ulama yang sangat dihormati dan berpengaruh di Nusantara pada akhir abad ke-19, sehingga digelari Kiai Agung [5]. Sebagian orang bahkan menganggapnya sebagai Wali Allah [5].
Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan
Syekh Abdul Karim tidak hanya aktif dalam bidang dakwah dan pendidikan, tetapi juga berperan dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda [4][6]. Ia menjadi salah satu dari tiga kiai utama yang memegang peranan penting dalam pemberontakan rakyat Banten di Cilegon pada tahun 1888, bersama dengan KH. Wasyid dan KH. Tubagus Ismail [5][7].
Menjelang keberangkatannya ke Mekkah, Syekh Abdul Karim berpesan kepada murid-muridnya bahwa ia tidak akan kembali ke Banten selama daerah ini masih dalam genggaman penjajah [5][6]. Meskipun tidak terlibat langsung dalam pemberontakan Cilegon, ia menjadi inspirasi bagi murid-muridnya untuk melakukan jihad [5].
Meninggalkan Banten dan Wafat di Mekkah
Pada tanggal 13 Februari 1876, Abdul Karim meninggalkan Banten menuju Mekkah karena diangkat sebagai Pemimpin Tarekat Qadiriyah menggantikan Syekh Ahmad Khatib Sambas [5]. Ia membawa serta keluarga, pengawal, dan pengikutnya [5]. Khawatir akan adanya perlawanan rakyat, pemerintah kolonial mengubah rute perjalanannya [5].
Syekh Abdul Karim terus menjalin komunikasi dengan murid-muridnya di Banten dan memantau perkembangan perjuangan [6]. Ia wafat di Mekkah dan dimakamkan di sana [6].
Pengaruh dan Warisan
Syekh Abdul Karim al-Bantani adalah sosok ulama yang memiliki pengaruh besar di Banten dan Nusantara [5][8]. Ia dikenal sebagai mursyid tarekat yang mampu menyatukan berbagai cabang, serta menjadi inspirasi bagi perjuangan melawan penjajahan [3][4]. Murid-muridnya banyak yang menjadi tokoh penting dalam pemberontakan Banten tahun 1888 [8]. Semangat perjuangan dan ajaran-ajaran tasawufnya terus dilestarikan oleh para pengikutnya hingga saat ini [5][8].
Referensi:
- Syaikh Abdul Karim al-Bantani, Mursyid dan Pejuang Kemerdekaan - Jaringan Santri
- Mengenal Syekh Abdul Karim Banten Pemimpin Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah Sekaligus Pematik Revolusi
- Syekh Abdul Karim Mursyid Tarekat dari Banten
- Abdul Karim al-Bantani - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
- Syekh Abdul Karim Al Bantani - Profil Ulama Nusantara
- Syekh Abdul Karim al-Bantani, Mursyid Pionir Jihad | Republika ID
- Biografi Syekh Abdul Karim Banten | Profil Ulama › LADUNI.ID - Media Komunitas Muslim
- Syekh Abdul Karim Al Bantani, Guru Agama Asal Banten yang Terkenal hingga ke Mekkah
Komentar
Posting Komentar