Iman adalah perkataan dan perbuatan
كتاب الإيمان
فصل.
قال البخاري: الإيمان قول وفعل.
قال زين الدين ابن رجب.
وأكثر العلماء قالوا: هو قول وعمل. وهذا كله إجماع من السلف وعلماء أهل الحديث. وقد حكى الشافعي إجماع الصحابة والتابعين عليه وحكى أبو ثور الإجماع عليه أيضا.
وقال الأوزراعي: كان من مضى ممن سلف لا يفرقون بين الإيمان والعمل وحكاه غير واحد من سلف العلماء عن أهل السنة والجماعة. وممن حكى ذلك عن أهل السنة والجماعة: الفضيل بن عياض، ووكيع بن الجراح.
وممن روي عنه أن الإيمان قول وعمل: الحسن، وسعيد بن جبير، وعمر بن عبد العزيز، وعطاء، وطاوس، ومجاهد، والشعبي، والنخعي، وهو قول الثوري، والأوزاعي، وابن المبارك، ومالك، والشافعي، وأحمد، وإسحاق، وأبي عبيد، وأبي ثور وغيرهم حتى قال كثير منهم:
إن الرقبة المؤمنة لا تجزىء في الكفارة حتى يؤخذ منها الإقرار وهو الصلاة والصيام، منهم الشعبي، والنخعي، وأحمد في رواية. وخالف في ذلك طوائف من علماء أهل الكوفة والبصرة وغيرهم، وأخرجوا الأعمال من الإيمان وقالوا: الإيمان: المعرفة مع القول.
وحدث بعدهم من يقول: الإيمان: المعرفة خاصة، ومن يقول: الإيمان: القول خاصة.
والبخاري عبر عنه بأنه: قول وفعل. والفعل: من الناس من يقول: هو مرادف للعمل. ومنهم من يقول: هو أعم من العمل. فمن هؤلاء من قال: الفعل يدخل فيه القول وعمل الخوارج، والعمل لا يدخل فيه القول على الإطلاق. ويشهد لهذا: قول عبيد بن عمير: ليس الإيمان بالتمني، ولكن الإيمان قول يفعل، وعمل يعمل. خرجه الخلال .
ومنهم من قال: العمل: ما يحتاج إلى علاج ومشقة، والفعل: أعم من ذلك. ومنهم من قال: العمل: ما يحصل منه تأثير في المعمول كعمل الطين آجرا، والفعل أعم من ذلك.
ومنهم من قال: العمل أشرف من الفعل، فلا يطلق العمل إلا على ما فيه شرف ورفعة بخلاف الفعل، فإن مقلوب عمل: لمع، ومعناه ظهر وأشرف.
وهذا فيه نظر، فإن عمل السيئات يسمى أعمالا كما قال تعالي ﴿مَن يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ﴾ [النساء: ١٢٣] وقال ﴿مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلا يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا﴾ [غافر: ٤٠] ولو قيل عكس هذا لكان متوجها، فإن الله تعالى إنما (١٧٧ - أ / ف) يضيف إلى نفسه الفعل كقوله تعالى ﴿وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا﴾ [إبراهيم: ٤٥]، ﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَاد﴾ [الفجر: ٦] ﴿أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ﴾، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاء﴾ [الحج: ١٨] .
وإنما أضاف العمل إلى يديه كما قال ﴿أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا﴾ [يس: ٧١] وليس المراد هنا الصفة الذاتية - بغير إشكال - وإلا استوى خلق الأنعام وخلق آدم ﵇. واشتق سبحانه لنفسه أسماء من الفعل دون العمل، قال تعالى ﴿إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ﴾ [هود: ١٠٧] .
ثم قال البخاري ﵀: ويزيد وينقص. قال الله ﷿ ﴿لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ﴾ [الفتح: ٤] ﴿وَزِدْنَاهُمْ هُدًى﴾ [الكهف: ١٣]، ﴿وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى﴾ [مريم: ٧٦]، ﴿وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْواهُمْ﴾ [محمد: ١٧]، ﴿وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا﴾ [المدثر: ٣١]،
وقوله ﷿ ﴿أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا﴾ [التوبة: ١٢٤] وقوله ﴿فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا﴾ [آل عمران: ١٧٣]، وقوله ﴿وَمَا زَادَهُمْ إِلاَّ إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا﴾ [الأحزاب: ٢٢] .
زيادة الإيمان ونقصانه قول جمهور العلماء. وقد روى هذا الكلام عن طائفة من الصحابة كأبي الدرداء وأبي هريرة، وابن عباس (١) وغيرهم من الصحابة. وروي معناه عن علي، وابن مسعود - أيضا -، وعن مجاهد، وغيره من التابعين. وتوقف بعضهم في نقصه، فقال: يزيد ولا يقال: ينقص (٢) وروي ذلك عن مالك، والمشهور عنه كقول الجماعة (٣) . وعن ابن المبارك قال: الإيمان يتفاضل (٤) .، وهو معنى الزيادة والنقص. وقد تلا البخاري الآيات التي ذكر فيها زيادة الإيمان وقد استدل بها على زيادة الإيمان أئمة السلف قديما، منهم: عطاء بن أبي رباح فمن بعده. وتلا البخاري - أيضا - الآيات التي ذكر فيها زيادة الهدى، فإن المراد بالهدى هنا: فعل الطاعات كما قال تعالى بعد وصف المتقين بالإيمان
بالغيب وإقام الصلاة والإنفاق مما رزقهم وبالإيمان بما أنزل إلى محمد وإلى من قبله باليقين بالآخرة ثم قال ﴿أُوْلَئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ﴾ [البقرة: ٥]، فسمى ذلك كله هدى، فمن زادت طاعته فقد زاد هداه.
ولما كان الإيمان يدخل فيه المعرفة بالقلب والقول والعمل كله كانت زيادته بزيادة الأعمال ونقصانه بنقصانها. وقد صرح بذلك كثير من السلف فقالوا: يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية. فأما زيادة الإيمان بزيادة القول ونقصانه بنقصانه: فهو كالعمل بالجوارح - أيضا -، فإن من زاد ذكره لله وتلاوته لكتابه زاد إيمانه، ومن ترك الذكر الواجب بلسانه نقص إيمانه.
وأما المعرفة بالقلب: فهل تزيد وتنقص؟ على قولين: أحدهما: أنها لا تزيد ولا تنقص. قال يعقوب بن بختان (١): سألت أبا عبد الله - يعني أحمد بن حنبل - عن المعرفة والقول: يزيد وينقص؟ قال: لا، قد جئنا بالقول والمعرفة وبقي العمل. ذكره أبو الخلال في كتاب «السنة (٢)» ومراده بالقول: التلفظ بالشهادتين خاصة. وهذا قول طوائف من الفقهاء والمتكلمين.
—
Terjemah:
Buku "Al-Iman" Bab. Imam Bukhari berkata: Iman adalah perkataan dan perbuatan. Zainuddin Ibn Rajab berkata. Kebanyakan ulama mengatakan: Iman adalah perkataan dan perbuatan. Ini merupakan konsensus dari salaf dan ulama Ahlul Hadits. Imam Syafi'i juga menyebutkan konsensus para sahabat dan tabi'in tentang hal ini, dan Abu Thawr juga menyebutkan konsensus tentang hal ini. Al-Uzra'i berkata: Dulu, di antara orang-orang yang telah pergi, mereka yang terdahulu tidak membedakan antara iman dan amal, dan ini telah dinyatakan oleh lebih dari satu orang dari salaf ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Diantara mereka yang menyatakan hal ini dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah Al-Fudhail bin 'Iyadh dan Waki' bin Al-Jarrah.
Dan termasuk di antara mereka yang dikatakan bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan: Al-Hasan, Sa'id bin Jubair, Umar bin Abdul Aziz, Atha', Tawus, Mujahid, Ash-Sha'bi, An-Nakha'i. Ini juga merupakan pendapat dari Thawri, Al-Uzai, Ibnul Mubarak, Malik, Syafi'i, Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid, Abu Thaur, dan lain-lain hingga banyak dari mereka mengatakan:
Sesungguhnya hamba yang beriman tidaklah dijatuhi hukuman kafarat kecuali setelah diambil darinya pengakuan yang merupakan salat dan puasa, di antara mereka adalah Ash-Sha'bi, An-Nakha'i, dan Ahmad dalam satu riwayat. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara sekelompok ulama Ahlul Kufah, Basrah, dan lainnya. Mereka mengeluarkan amal dari iman dan mengatakan bahwa iman adalah pengetahuan bersama perkataan. Kemudian setelah mereka, ada yang mengatakan bahwa iman adalah pengetahuan khusus, dan ada yang mengatakan bahwa iman adalah perkataan khusus. Imam Bukhari menyatakannya sebagai perkataan dan perbuatan. Perbuatan di sini ada yang mengatakan bahwa itu adalah sinonim dari amal, dan ada yang mengatakan bahwa itu lebih luas dari amal. Di antara mereka yang mengatakan bahwa perbuatan mencakup perkataan dan amal adalah golongan Khawarij, sedangkan ada yang mengatakan bahwa perkataan sama sekali tidak termasuk di dalamnya. Kesaksian untuk pendapat ini adalah perkataan Ubaid bin Umayr: "Iman bukanlah sekadar harapan, tetapi iman adalah perkataan yang diikuti dengan tindakan dan amal perbuatan." Riwayat ini disebutkan oleh Al-Khallal.
Dan di antara mereka ada yang mengatakan bahwa "amal" adalah sesuatu yang membutuhkan pengobatan dan kesulitan, sedangkan "perbuatan" lebih luas daripada itu. Ada juga yang mengatakan bahwa "amal" adalah sesuatu yang memiliki pengaruh pada yang dikerjakan, seperti pekerjaan tanah liat yang menjadi bata, sedangkan "perbuatan" lebih luas daripada itu. Dan di antara mereka ada yang mengatakan bahwa "amal" lebih mulia daripada "perbuatan", sehingga istilah "amal" hanya digunakan untuk sesuatu yang memiliki kemuliaan dan keagungan yang berbeda dengan "perbuatan". Sebagai contoh, perubahan "amal" dalam bahasa Arab berarti muncul atau menjadi terlihat, sedangkan maknanya adalah muncul dan lebih mulia. Hal ini tergantung pada konteksnya, karena perbuatan-perbuatan buruk juga disebut sebagai "amal", seperti yang Allah Ta'ala katakan, "Barangsiapa yang melakukan kejahatan, maka ia akan dijatuhi balasan dengan kejahatan yang sebanding dengannya" (QS. An-Nisa: 123) dan "Barangsiapa yang melakukan kejahatan, maka dia tidak akan diberi balasan kecuali setimpal dengannya" (QS. Ghafir: 40). Jika dikatakan sebaliknya, itu juga dapat diterima, karena Allah Ta'ala seringkali menyebut diri-Nya melakukan suatu tindakan, seperti firman-Nya, "Dan Dia telah menunjukkan kepada kamu bagaimana Dia telah berbuat terhadap mereka dan telah memberikan hukuman kepada mereka" (QS. Ibrahim: 45), "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap kaum 'Ad" (QS. Al-Fajr: 6), "Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap penghuni Ka'bah" (QS. Al-Fil), "Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki" (QS. Al-Hajj: 18).
Dan Allah Ta'ala menyebutkan bahwa Dia menambahkan "amal" kepada tangan-Nya, sebagaimana firman-Nya, "Tidakkah mereka perhatikan bahwa Kami telah menciptakan untuk mereka binatang ternak dari apa yang telah kami ciptakan dengan tangan Kami" (QS. Yasin: 71). Yang dimaksud di sini bukanlah sifat yang bersifat literal - tanpa menimbulkan kontradiksi - jika tidak, penciptaan hewan dan penciptaan Adam akan sama. Allah Ta'ala juga mengambil nama-nama-Nya dari "perbuatan" bukan "amal", seperti firman-Nya, "Sesungguhnya Tuhanmu berbuat apa yang Dia kehendaki" (QS. Hud: 107). Kemudian Imam Bukhari berkata, "Dia bertambah dan berkurang." Allah Ta'ala berfirman, "Agar mereka bertambah iman bersama iman mereka" (QS. Al-Fath: 4), "Dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka" (QS. Al-Kahfi: 13), "Dan Allah menambah petunjuk bagi orang-orang yang telah mendapat petunjuk" (QS. Maryam: 76), "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Dia tambahkan petunjuk kepada mereka dan memberi mereka ketakwaan" (QS. Muhammad: 17), "Dan orang-orang yang beriman, bertambah iman mereka" (QS. Al-Muddathir: 31).
Terjemahan dalam bahasa Indonesia: "Peningkatan dan penurunan iman adalah pendapat mayoritas ulama. Pendapat ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat seperti Abu Darda, Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan sahabat lainnya. Makna ini juga diriwayatkan dari Ali, Ibn Mas'ud, Mujahid, dan para tabi'in lainnya. Beberapa dari mereka berhenti di penurunannya, dan berkata: 'Iman bertambah, tidak dikatakan: iman berkurang.' Hal ini juga diriwayatkan dari Malik, dan pendapat yang terkenal adalah seperti yang dikatakan oleh mayoritas. Ibn Al-Mubarak mengatakan: 'Iman bertambah dan berkurang.' Ini adalah makna dari peningkatan dan penurunan. Imam Al-Bukhari juga membaca ayat-ayat yang menyebutkan peningkatan iman dan menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai dalil atas peningkatan iman para imam salaf dahulu, di antaranya Ata bin Abi Rabah dan sebagainya. Imam Al-Bukhari juga membaca ayat-ayat yang menyebutkan peningkatan petunjuk. Petunjuk yang dimaksud di sini adalah melakukan ketaatan, sebagaimana Allah berfirman setelah menggambarkan orang-orang yang bertakwa dengan iman yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang telah diberikan kepada mereka, serta beriman dengan apa yang telah diturunkan kepada Muhammad dan kepada para nabi sebelumnya, dengan keyakinan akan kehidupan akhirat. Kemudian Allah berfirman, 'Mereka itu berada di atas petunjuk dari Rabb mereka' (QS. Al-Baqarah: 5). Semua itu disebut sebagai petunjuk. Siapa yang taatannya semakin bertambah, maka petunjuknya pun bertambah. Karena iman melibatkan pengetahuan dalam hati, ucapan, dan perbuatan, maka penambahan iman terjadi dengan bertambahnya amal perbuatan, dan penurunan iman terjadi dengan berkurangnya amal perbuatan. Banyak dari salafusshalih (generasi terdahulu) yang telah menyatakan hal ini. Mereka mengatakan, 'Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat.' Adapun penambahan iman dengan penambahan ucapan dan penurunan iman dengan berkurangnya ucapan, maka hal ini sama seperti amal perbuatan dengan anggota tubuh. Jika seseorang semakin banyak mengingat Allah dan membaca kitab-Nya, maka imannya akan bertambah. Namun, jika seseorang meninggalkan zikir yang wajib dengan lisannya, maka imannya akan berkurang. Adapun pengetahuan dalam hati, apakah bisa bertambah dan berkurang? Terdapat dua pendapat tentang hal ini. Salah satunya adalah bahwa pengetahuan dalam hati tidak bertambah dan tidak berkurang. Yakub bin Bakhthan berkata, 'Aku pernah bertanya kepada Abu Abdullah (Ahmad bin Hanbal) tentang pengetahuan dan ucapan, apakah bisa bertambah dan berkurang?' Beliau menjawab, 'Tidak, kita datang dengan ucapan dan pengetahuan, dan yang tersisa adalah amal perbuatan.' Hal ini disebutkan oleh Abu Al-Khallal dalam kitab 'As-Sunnah'. Dan yang dimaksud dengan ucapan di sini adalah pengucapan dua kalimat syahadat secara khusus. Ini adalah pendapat sebagian fuqaha (ahli fiqih) dan mutakallimin (ahli kalam). --- ref:
Fathul Bari oleh Ibn Rajab" (Ibn Rajab Al-Hanbali, Fathul Bari, halaman 1-9)
Komentar
Posting Komentar